Letak dan posisi geografis Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) yang memanjang di garis khatulistiwa serta berada
pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan beribu-ribu pulau
merupakan letak yang sangat strategis untuk terjalinnya hubungan kepentingan
dengan negara-negara lain, namun juga dapat menjadi potensi kerawanan
tersendiri. Berdasarkan UU RI Nomor 3
Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, TNI sebagai komponen utama pertahanan
negara harus mampu melaksanakan kebijakan negara untuk mempertahankan
kedaulatan negara dan keutuhan wilayah.
Dengan posisi dan luas wilayah tersebut, bila ditinjau dari aspek
pertahanan negara merupakan suatu tantangan bagi TNI dalam menjaga berbagai
macam kekayaan sumber daya alam dan obyek vital yang ada di dalamnya dari
segala bentuk ancaman yang melalui dan dari udara. Untuk menjaga wilayah udara yang
sedemikian luas, maka diperlukan suatu sistem Pertahanan Udara Nasional secara
terpadu, yang dapat dikerahkan dengan
cepat dan tepat dalam menghadapi setiap ancaman kedaulatan wilayah NKRI serta
mengamankan pencapaian tujuan nasional.
Sistem Pertahanan Udara
Nasional (Sishanudnas) adalah suatu tatanan dalam kerangka Pertahanan Keamanan
Negara dengan melibatkan seluruh unsur berkemampuan Pertahanan
Udara (Hanud) yang
diwujudkan dalam suatu upaya dan tindakan terpadu secara terus menerus baik
operasional maupun pembinaan untuk menanggulangi setiap bentuk ancaman udara. Dalam melaksanakan
tugasnya untuk mengantisipasi setiap ancaman yang datang dari
udara, TNI melalui Komando
Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) menganut Operasi
Pertahanan Udara ke dalam pertahanan sektor wilayah pertahanan udara yang
dibedakan dalam tiga wilayah pertahanan udara yang berlapis (defence in depth), yaitu Hanud Area, Hanud
Terminal, dan Hanud Titik.
Pada saat ini, unsur-unsur dalam pertahanan udara secara
fungsional belum terpenuhi secara optimal yang disebabkan oleh beberapa persoalan seperti ketiadaan unsur peluru kendali darat ke
udara jarak sedang sebagai alat penghancur di Hanud
Terminal dan belum terintegrasinya sistem pertahanan dalam satu sistem komando dan pengendalian
dengan baik, sehingga asas-asas Operasi Pertahanan Udara belum dapat terpenuhi.
Penggunaan
kekuatan Rudal
jarak sedang saat ini menjadi suatu konsep dari negara-negara maju sebagai
pengembangan dalam pembangunan Alutsistanya.
Teknologi yang mendasari perkembangan Rudal sangat
berkembang dengan pesat, yang kesemuanya bermuara untuk meningkatkan kemampuan Rudal tersebut
dalam menghancurkan sasaran dengan cepat dan tepat. Dalam
konteks sebagai alat pertahanan negara, TNI dihadapkan pada tantangan yang
memerlukan pemikiran serta tindakan yang tepat agar dapat melaksanakan
fungsinya terutama dalam Hanud Terminal.
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan
dalam penggunaan Rudal darat ke udara dalam Hanud Terminal dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Potensi Ancaman Yang
Mungkin Timbul. Bertolak dari
pepatah “si vis pacem para bellum”
yang artinya “jika menginginkan perdamaian maka kita harus siap menghadapi
perang”, berimplikasi luas terhadap konsep pertahanan dan keamanan sehingga
banyak negara berusaha untuk meningkatkan kekuatan militernya. Malaysia sebagai contoh, saat ini telah
memiliki Rudal nasionalnya yang dapat
menjadi ancaman serius bagi Indonesia.
Contoh lain adalah Singapura yang juga memiliki Rudal jarak sedang
dengan jarak jangkau sampai ke wilayah RI.
Kondisi demikian tentunya dapat menimbulkan ego negara yang memiliki
kekuatan besar untuk berusaha melakukan invasi atau tindak pelanggaran
kedaulatan wilayah terhadap Indonesia khususnya.
b. Pola Gelar. Pola gelar pertahanan TNI dalam bentuk defence in depth sebagaimana diadopsi
dalam Sishanudnas diantaranya adalah dengan Hanud Terminal. Cakupan wilayah untuk Hanud Terminal adalah
wilayah yang terletak antara 18
s/d 100 km dari obyek vital dan wilayah udara di atas batas ZEE sampai dengan batas laut teritorial (12 NM). Pola
gelar Hanud Terminal saat ini belum
dapat dilaksanakan, dikarenakan sampai dengan saat ini Indonesia belum memiliki
Rudal jarak sedang sebagai senjata penghancur musuh yang memasuki wilayah
NKRI. Kondisi ini sangat
mengkhawatirkan apabila suatu ancaman udara lolos dari hadangan pesawat tempur sergap di wilayah
pertahanan udara area dan masuk dalam sektor pertahanan udara terminal yang
menjadi tugas Rudal jarak
sedang untuk menghancurkannya, namun dengan belum adanya
Rudal jarak sedang maka pesawat tempur sergap harus menggantikan fungsi Rudal tersebut. Kondisi demikian tentu saja akan menimbulkan
suatu kerawanan apabila musuh mendahului menghancurkan sasaran strategis yang
ada sementara pesawat tempur yang
ada tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik.
c. Luas Wilayah
Indonesia. Dalam mempertahankan
kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI dari segala bentuk ancaman, TNI
menghadapi tantangan bahwa ada ratusan potensi sasaran yang dapat dijangkau
oleh musuh. Rudal jarak pendek sebagai bagian dari kekuatan TNI
yang ada saat ini dioperasikan oleh Yon Arhanudri 1, 2 dan 3 serta Yon
Arhanudse 6, 8 10, 11,13,14, dan 15[1]. Dari jumlah satuan operasional Rudal saat
ini dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia serta jumlah obyek vital yang
ada tentunya tidak sebanding untuk dapat mempertahankan kedaulatan NKRI dalam
perspektif Hanud Terminal. Sebagai
konsekuensinya, pertahanan udara yang saat ini dilakukan oleh TNI belum mampu
menutup daerah-daerah yang rawan terhadap pelanggaran wilayah udara, khususnya
yang berdekatan dengan batas daratan.
Apabila dilihat dari dislokasi satuan-satuan Arhanud, maka hampir
seluruh satuan justru berada pada daerah-daerah yang tidak memiliki kerawanan
terhadap pelanggaran wilayah udara.
d. Integrasi
Sistem Kodal. Pelaksanaan Operasi Pertahanan Udara harus
berpegang pada asa-asas kodal. Sistem
komando kendali komunikasi dan intelijen (K3I) yang telah ada, baik berupa
sarana dan prasarana komunikasi suara maupun data telah dapat dintegrasikan
dalam Sishanudnas dengan menggunakan sistem Transmission Data Air Situation (TDAS)
yang berfungi mengintegrasikan Radar TNI dengan Radar sipil. Terkait dengan penggelaran Rudal darat ke
udara Hanud Terminal, teknologi komunikasi suara maupun data yang terdapat pada
Rudal tersebut diharapkan dapat diintegrasikan dengan sistem K3I yang telah
ada.
Perkembangan
Teknologi Rudal. Dalam Sishanudnas, Rudal memegang peranan yang sangat penting untuk
mencegah masuknya pesawat asing yang
memiliki tujuan untuk menghancurkan sasaran strategis suatu negara. Terkait dengan permasalahan tersebut,
perkembangan teknologi Rudal akan selalu mengikuti dengan perkembangan
teknologi pesawat tempur. Perkembangan
teknologi Rudal ditujukan untuk dapat menjatuhkan pesawat atau Rudal balistik musuh yang datang menyerang. Oleh
karena itu, perkembangan teknologi dari Rudal yang dilakukan
untuk meningkatkan kemampuan Rudal difokuskan pada aspek-aspek seperti
ketangkasan, kelincahan, daya mematikan, serta jarak jangkau .
Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan Rudal
adalah sebagai berikut:
a.
Sistem
Propulsi dan Material.[1]
1) Propulsi. Rudal darat ke udara
dalam menuju sasaran atau target menggunakan media udara. Oleh karenanya, harus mempunyai karakteristik dan kemampuan yang khas
antara lain kecepatan tinggi, jarak capai jauh dan ketepatan yang tinggi. Rudal mempunyai daya dorong dari launcher ke sasaran yang
dihasilkan oleh sistem
propulsi. Sistem daya dorong ini
ditentukan oleh kecepatan, atmosfir, rate
of acceleration dan jarak capai di udara.
Penentuan dari sistem pendorong dihitung dari jarak maksimum pencapaian
Rudal. Untuk memperoleh jarak yang jauh
dan kecepatan yang tinggi diperlukan sistem propulsi yang memadai. Perkembangan propulsi untuk Rudal darat ke udara menggunakan roket
berbahan bakar padat (solid propellant).
2) Material.
Perkembangan teknologi bahan material Rudal yang berkembang saat ini telah
menggunakan berbagai macam
campuran logam dan karbon
serta bahan-bahan yang lain, sehingga menghasilkan suatu bahan yang kuat dan ringan atau yang sering disebut dengan composite
material. Pengunaan bahan material
ini akan mempengaruhi ukuran,
fungsi dan jarak jelajah Rudal.
b.
Teknologi Explosive. Teknologi explosive merupakan bagian inti dari
pada perkembangan teknologi Rudal. Perkembangan teknologi explosive yang diaplikasikan untuk Rudal
darat ke udara
adalah pada hulu ledak (warhead)
dan sistem penyala awal (fuze). Perkembangan kombinasi warhead dan fuze saat ini sudah mencapai
tingkat yang cukup moderen dengan sedikit warhead
tetapi mempunyai daya ledak yang tinggi serta fuze yang sangat efektif dalam mendukung peledakan. Kemajuan rancang bangun fuze juga
telah
dikombinasikan dengan perkembangan elektronika yang dapat menghasilkan sistem penyala awal yang dapat
dioperasikan dalam segala macam kondisi. Perkembangan teknologi warhead dan fuze yang dipergunakan pada Rudal
darat
ke udara
dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Radio proximity
fuse transmitter
2. Cruciform canard
controls
3. Power supply
4. Compressed air
bottle (power supply)
5. Radio proximity
fuse receiver
6. Command link
receiver
7. Autopilot
8. 15 kg blast
fragmentation warhead
9. Solid rocket motor
10. Folding cruciform
tailfins on rotating sleeve
1) Hulu Ledak (Warhead). Warhead
adalah salah satu komponen Rudal yang berfungsi untuk menghancurkan sasaran
yang dikehendaki. Dalam rangka menghancurkan sasaran tersebut, warhead akan meledak dengan melepaskan
kinetic energy, blast energy, incendary serta energy yang menimbulkan shockwave. Oleh karena itu, dibuatlah rancang bangun
berbagai jenis warhead
seperti, blast warhead, fragmentation warhead, shaped
charge warhead dan incendary warhead. Pada umumnya yang dipasang
pada Rudal darat
ke udara
adalah jenis blast warhead dan fragmentation warhead dengan
isian High Expolsive (HE). Daya hancur ditentukan oleh berat isian eksplosif,
jenis isian eksplosif,
saat peledakan dan cara penghancurannya.
a) Berat Isian Warhead. Secara konvensionnal semakin berat isian warhead semakin besar daya ledaknya,
sehingga mampu menghancurkan sasaran pada jarak semakin jauh dari titik
ledakan. Pesatnya perkembangan teknologi Rudal yang ada saat ini, ukuran
warhead bukan lagi merupakan sesuatu
yang penting tetapi reaksi kimia yang ditimbulkanlah yang paling menentukan.
b) Jenis Isian Explosive. Terdapat berbagai jenis isian explosive yang digunakan pada warhead. Besarnya daya hancur satu satuan berat explosive ditentukan oleh sifat detonation
velocity- nya. Semakin besar detonation
velocity-nya
maka semakin besar daya hancurnya.
c) Saat Peledakan. Saat peledakan adalah kapan suatu hulu ledak
diinginkan dapat meledak saat mengenai sasaran atau mencapai jarak tertentu
dari sasaran. Dengan
berkembangnya teknologi, saat peledakan terjadi pada jarak optimum dari
fragmentasi materil Rudal yang dapat menghancurkan sasaran bukan pada saat
Rudal mengenai sasaran.
2) Penyala Awal (fuze). Fuze adalah suatu komponen yang memicu
awal peledakan warhead. Berdasarkan cara kerjanya
fuze dibagi menjadi macam yaitu impact
fuze, inertia fuze, time fuze dan proximity
fuze.
a)
Impact Fuze. Fuze jenis ini biasanya dipasang tepat pada ujung dari pada
Rudal. Warhead meledak karena terjadi benturan yang keras saat fuze menumbuk sasaran yang bekerja
dengan gaya inertia dari pada
benturan Rudal terhadap sasaran.
b)
Inertial Fuze. Fuze ini
tidak harus membentur sasaran dan terletak di depan warhead, oleh karena itu inertia
fuze dapat dipasang disesuaikan
sesuai kebutuhan perancangnya. Inertial fuze dapat ditempatkan di depan,
di tengah atau
bahkan di bagian
belakang.
c)
Time Fuze atau disebut juga self destruction fuze. Fuze ini bekerja menurut waktu
yang telah diatur meskipun sasaran tidak atau belum mengenai sasaran yang dituju.
d)
Proximity Fuze. Fuze ini ada
dua jenis yaitu active proximity dan pasive proximity fuze. Active
proximity fuze
akan bekerja apabila fuze mendekati
sasaran. Termasuk dalam golongan active proximity fuze adalah doppler proximity fuze, radar proximity
fuze, electro optical proximity fuze.
Pasive
Proximity fuze
akan bekerja apabila mendapatkan rangsangan dari targetnya, misalnya radiasi
infra merah yang ditimbulkan oleh motor jet atau suara yang ditimbulkan oleh
pesawat terbang. Pada umumnya menggunakan
kombinasi dua jenis fuze yaitu impact fuze atau proximity fuze yang dikombinasikan dengan time fuze/self destruction fuze yang akan bekerja apabila Rudal tidak
mengenai sasaran.
c.
Microelectronic (Mikro Elektronika). Ketepatan sistem kendali suatu Rudal darat ke udara sangat menentukan
ketepatan perkenaan terhadap sasaran. Sistem kendali ini merupakan bagian yang paling kompleks
dalam suatu sistem Rudal
tersebut. Kompleksitas sistem kendali mengakibatkan
semakin canggihnya teknologi yang digunakan dan semakin menuntut kemampuan
personel
yang tinggi pula. Oleh karena itu, sistem
inilah yang selalu terus dikembangkan oleh negara produsen untuk meningkatkan
kualitas Rudalnya. Dengan demikian, sistem pengendalian
merupakan karakteristik yang harus dipertimbangkan, karena sistem kendali
sangat erat hubungannya dengan karakteistik lain seperti ketepatan perkenaan,
kecepatan reaksi serta mobilitas Rudal. Hal penting yang berkaitan dengan pengendalian adalah
teknologi microelectronic untuk peluru kendali
diaplikasikan pada sistem kendalinya. Sistem remote guidance
atau homing
guidance yang dapat mengendalikan Rudal ke sasaran yang tepat.
Parameter Pemilihan Rudal
Jarak Sedang. Beberapa
bahan masukan sebagai dasar bagi parameter pemilihan Rudal darat ke udara Hanud
Terminal di antaranya mengacu pada pendapat Marsma TNI Dr. Ir.
Eddy Priyono, MSAE[2] Rudal darat ke udara harus
mempunyai kriteria kemampuan yaitu: jarak capai, kecepatan reaksi, ketepatan
perkenaan, daya hancur, ketahanan terhadap electronic
warfare, kemampuan integrasi dan mobilitas yang tinggi.
a. Jarak Capai. Peluru kendali darat ke udara harus mampu menghancurkan
serangan udara lawan sebelum mencapai WRLnya.
Rudal darat udara harus mempunyai jarak capai yang cukup dalam
menghancurkan musuh.
b. Kecepatan Reaksi. Yang dimaksud kecepatan reaksi adalah waktu
yang diperlukan Rudal untuk
dapat siap tembak pada momentum dimana unsur penyerangan masih dapat
dihancurkan di luar WRLnya. Waktu
kecepatan reaksi dipengaruhi oleh faktor antara lain arah datangnya ancaman,
perkiraan macam ancaman udara dan kemampuan sistim Rudal serta kesiapan jaringan Kodal.
c. Ketepatan Perkenaan. Dalam rangka pertahanan obyek vital nasional
sangat diperlukan suatu ketepatan perkenaan yang memadai agar setiap ancaman
udara tidak menjangkau obyek vital.
d. Daya Hancur. Sasaran akhir dari penggunaan peluru kendali
darat ke udara adalah menggagalkan upaya unsur penyerang untuk menghancurkan
obyek vital yang dipertahankan. Sasaran
akhir ini dapat diwujudkan dengan menghancurkan atau menimbulkan kerusakan pada
unsur penyerang, sehingga tidak dapat melanjutkan misinya. Untuk itu, kemampuan daya hancur yang handal
merupakan kriteria untuk dipertimbangkan dalam pemilihan peluru kendali darat
ke udara. Daya hancur ditentukan oleh
berat isian eksplosif, jenis
isian eksplosif, saat
peledakan dan cara penghancurannya.
e. Ketahanan Terhadap Electronic Warfare.
Pelaksanaan operasi pertahanan udara dilaksanakan secara terus menerus
untuk menghadapi setiap ancaman udara, oleh karena itu penyelenggaraan Hanud
memerlukan kehandalan dan kesiapan yang tinggi. Untuk dapat terlaksananya maksud tersebut, perlu dilakukan kegiatan deteksi,
integrasi, penindakan lanjut yang berupa peluncuran Rudal dari darat ke udara apabila hasil interograsi
menunjukkan bahwa yang datang adalah lawan, yang kesemuanya dilakukan secara
elektronik.
f. Kemampuan Integrasi. Dalam
pelaksanaan operasi Hanud, Rudal
yang akan digunakan harus terintegrasi dengan Sishanudnas yang sudah ada yaitu:
1) Sistem
K3I. Sistem komando kendali komunikasi
dan intelijen (K3I) yang terdapat pada
Rudal yang akan digunakan harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana komunikasi yang dapat
diintegrasikan dengan sistem K3I yang sudah ada sehingga penyampaian laporan, informasi,
pengendalian, dan pengambilan keputusan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat.
Rudal yang akan digunakan harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana komunikasi yang dapat
diintegrasikan dengan sistem K3I yang sudah ada sehingga penyampaian laporan, informasi,
pengendalian, dan pengambilan keputusan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat.
2) Sistem
Deteksi. Sistem deteksi yang terdapat pada Rudal harus
dapat diintegrasikan pada
sistem Popunas, SOC dan Radar dengan menggunakan sistem TDAS atau komunikasi data lainnya
sehingga dapat menerima dan mengirimkan data sasaran secara real time (tepat waktu).
sistem Popunas, SOC dan Radar dengan menggunakan sistem TDAS atau komunikasi data lainnya
sehingga dapat menerima dan mengirimkan data sasaran secara real time (tepat waktu).
g. Mobilitas. Wilayah Indonesia yang luas dan objek vital
yang dilindungi juga cukup banyak, memerlukan peluru kendali darat ke udara
dalam jumlah banyak. Mengingat harga
suatu Rudal cukup mahal sedangkan keuangan negara terbatas serta fokus ancaman
dapat terjadi hanya pada satu daerah tertentu, maka diperlukan Rudal dalam
jumlah terbatas dengan
mobilitas yang tinggi.
Pola Gelar dan Organisasi Rudal Darat Ke Udara Hanud
Terminal. Konsep pola gelar dan
organisasi Rudal darat ke udara Hanud Terminal yang dibangun setelah memiliki Rudal adalah sebagai berikut:
a. Pola
Gelar Sishanudnas.
1) Pola
gelar Sishanudnas
diselenggarakan dalam kerangka sistem strategi pertahanan udara nasional dengan
suatu konsep untuk memberikan efek deterrence
dan mengamankan wilayah dirgantara Indonesia sampai diluar ZEE Nasional. Dalam pola gelar Sishanudnas, kekuatan TNI AU diarahkan untuk memberikan
payung udara yang melindungi kekuatan TNI dalam penyelenggaraan operasi, baik didarat maupun dilaut. Pola gelar sebaiknya tetap mengacu
pada Tri matra terpadu. Pola gelar sistem pertahanan udara
nasional meliputi penggelaran kekuatan pertahanan udara (Hanud), penggelaran kekuatan pemukul
udara, penggelaran kekuatan dalam pengamanan ALKI. Pola gelar saat ini diselenggarakan empat
kosek yang masing-masing Jakarta, Medan, Makasar dan Biak.
2) Idealnya
pola gelar tersebut dilengkapi dengan satuan Radar, unsur tempur sergap, Satuan Rudal dan Satuan meriam di tiap-tiap kosek dengan menyesuaikan
skala ancaman yang berada diwilayah kosek-kosek tersebut. Suatu rencana yang terbaik dalam pola gelar
ke depan sebaiknya disesuaikan dengan
struktur Kowilhan
yang sedang direncanakan pembentukanya oleh Kemhan. Khusus untuk pola gelar Satuan Rudal hendaknya diprioritaskan pada
setiap pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, seperti Sumatra
yang berada dekat selat malaka yang berbatasan lansung dengan Malaysia, Kalimantan
Barat dan Kalimantan Timut dekat Nunukan, Sulauwesi khusus yang menghadap Blok
Karang Ungarang, NTT, Maluku selatan, Tanimbar dan Papua.
b. Organisasi Rudal Hanud
Terminal. TNI perlu membentuk
organisasi unsur peluru kendali darat udara Hanud Terminal yang efektif dan
efisien dalam rangka melaksanakan Opshanudnas.
Organisasi satuan-satuan operasional peluru kendali (satuan Rudal)
nantinya bertugas untuk memelihara, menyiapkan dan mengoperasikan Alutsista
Rudal darat ke udara Hanud
Terminal, mengembangkan sistem pertahanan udara terminal serta
membina personel awak Rudal.
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan perlu adanya political will yang kuat dari Pemerintah di dalam memperkuat sistem
pertahanan Nasional saat ini dengan komitmen untuk melindungi segenap bangsa
Indonesia dari segala potensi ancaman yang mungkin. Hal ini dilakukan dengan pengembangan gelar Hanud Terminal seyogyanya dapat diikuti dengan pemenuhan
Alutsista Hanud berupa Rudal yang dapat digunakan baik bagi TNI AD, TNI AL
maupun TNI AU.
[1]
Pussenarhanud 2011, ‘Database’, Pussenarhanud
website, diakses tanggal 10 Juli 2011, http://www.pussenarhanud.mil.id/index.php?option=com_content&view=article&id=447%3Adatabase&Itemid=101.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar