Rabu, 29 Mei 2013

PERAN PELURU KENDALI DARAT KE UDARA HANUD TERMINAL DALAM MENINGKATKAN SISTEM PERTAHANAN UDARA NASIONAL





    Letak dan posisi geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang memanjang di garis khatulistiwa serta berada pada posisi silang antara dua benua dan dua samudera dengan beribu-ribu pulau merupakan letak yang sangat strategis untuk terjalinnya hubungan kepentingan dengan negara-negara lain, namun juga dapat menjadi potensi kerawanan tersendiri.  Berdasarkan UU RI Nomor 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, TNI sebagai komponen utama pertahanan negara harus mampu melaksanakan kebijakan negara untuk mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah.   Dengan posisi dan luas wilayah tersebut, bila ditinjau dari aspek pertahanan negara merupakan suatu tantangan bagi TNI dalam menjaga berbagai macam kekayaan sumber daya alam dan obyek vital yang ada di dalamnya dari segala bentuk ancaman yang melalui dan dari udara.  Untuk menjaga wilayah udara yang sedemikian luas, maka diperlukan suatu sistem Pertahanan Udara Nasional secara terpadu, yang dapat dikerahkan dengan cepat dan tepat dalam menghadapi setiap ancaman kedaulatan wilayah NKRI serta mengamankan pencapaian tujuan nasional.
      Sistem Pertahanan Udara Nasional (Sishanudnas) adalah suatu tatanan dalam kerangka Pertahanan Keamanan Negara dengan melibatkan seluruh unsur berkemampuan Pertahanan Udara (Hanud) yang diwujudkan dalam suatu upaya dan tindakan terpadu secara terus menerus baik operasional maupun pembinaan untuk menanggulangi setiap bentuk ancaman udara.   Dalam melaksanakan tugasnya untuk  mengantisipasi setiap ancaman yang datang dari udara, TNI melalui Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) menganut Operasi Pertahanan Udara ke dalam pertahanan sektor wilayah pertahanan udara yang dibedakan dalam tiga wilayah pertahanan udara yang berlapis (defence in depth), yaitu Hanud Area, Hanud Terminal, dan Hanud Titik.   Pada saat ini, unsur-unsur dalam pertahanan udara secara fungsional belum terpenuhi secara optimal yang disebabkan oleh beberapa persoalan seperti ketiadaan unsur peluru kendali  darat ke udara jarak sedang sebagai alat penghancur di Hanud Terminal dan belum terintegrasinya sistem pertahanan dalam satu sistem komando dan pengendalian dengan baik, sehingga asas-asas Operasi Pertahanan Udara belum dapat terpenuhi.


     Penggunaan kekuatan Rudal jarak sedang saat ini menjadi suatu konsep dari negara-negara maju sebagai pengembangan dalam pembangunan Alutsistanya.   Teknologi yang mendasari perkembangan Rudal sangat berkembang dengan pesat,   yang kesemuanya bermuara untuk meningkatkan kemampuan Rudal tersebut dalam menghancurkan sasaran dengan cepat dan tepat.      Dalam konteks sebagai alat pertahanan negara, TNI dihadapkan pada tantangan yang memerlukan pemikiran serta tindakan yang tepat agar dapat melaksanakan fungsinya terutama dalam Hanud Terminal.   Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penggunaan Rudal darat ke udara dalam Hanud Terminal dapat diuraikan sebagai berikut:


a.         Potensi Ancaman Yang Mungkin Timbul.   Bertolak dari pepatah “si vis pacem para bellum” yang artinya “jika menginginkan perdamaian maka kita harus siap menghadapi perang”, berimplikasi luas terhadap konsep pertahanan dan keamanan sehingga banyak negara berusaha untuk meningkatkan kekuatan militernya.   Malaysia sebagai contoh, saat ini telah memiliki Rudal nasionalnya  yang dapat menjadi ancaman serius bagi Indonesia.   Contoh lain adalah Singapura yang juga memiliki Rudal jarak sedang dengan jarak jangkau sampai ke wilayah RI.   Kondisi demikian tentunya dapat menimbulkan ego negara yang memiliki kekuatan besar untuk berusaha melakukan invasi atau tindak pelanggaran kedaulatan wilayah terhadap Indonesia khususnya.

b.         Pola Gelar.   Pola gelar pertahanan TNI dalam bentuk defence in depth sebagaimana diadopsi dalam Sishanudnas diantaranya adalah dengan Hanud Terminal.   Cakupan wilayah untuk Hanud Terminal adalah wilayah yang terletak antara 18 s/d 100 km dari obyek vital dan wilayah udara di atas batas ZEE sampai dengan batas laut teritorial (12 NM).   Pola gelar Hanud Terminal saat ini belum dapat dilaksanakan, dikarenakan sampai dengan saat ini Indonesia belum memiliki Rudal jarak sedang sebagai senjata penghancur musuh yang memasuki wilayah NKRI.   Kondisi ini sangat mengkhawatirkan apabila suatu ancaman udara lolos dari hadangan pesawat tempur sergap di wilayah pertahanan udara area dan masuk dalam sektor pertahanan udara terminal yang menjadi tugas Rudal jarak sedang untuk menghancurkannya, namun dengan belum adanya Rudal jarak sedang maka pesawat tempur sergap harus menggantikan fungsi Rudal tersebut.   Kondisi demikian tentu saja akan menimbulkan suatu kerawanan apabila musuh mendahului menghancurkan sasaran strategis yang ada sementara pesawat tempur yang ada tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik.    


c.         Luas Wilayah Indonesia.   Dalam mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah NKRI dari segala bentuk ancaman, TNI menghadapi tantangan bahwa ada ratusan potensi sasaran yang dapat dijangkau oleh musuh.   Rudal jarak pendek sebagai bagian dari kekuatan TNI yang ada saat ini dioperasikan oleh Yon Arhanudri 1, 2 dan 3 serta Yon Arhanudse 6, 8 10, 11,13,14, dan 15[1].   Dari jumlah satuan operasional Rudal saat ini dibandingkan dengan luas wilayah Indonesia serta jumlah obyek vital yang ada tentunya tidak sebanding untuk dapat mempertahankan kedaulatan NKRI dalam perspektif Hanud Terminal.   Sebagai konsekuensinya, pertahanan udara yang saat ini dilakukan oleh TNI belum mampu menutup daerah-daerah yang rawan terhadap pelanggaran wilayah udara, khususnya yang berdekatan dengan batas daratan.   Apabila dilihat dari dislokasi satuan-satuan Arhanud, maka hampir seluruh satuan justru berada pada daerah-daerah yang tidak memiliki kerawanan terhadap pelanggaran wilayah udara.


d.         Integrasi Sistem Kodal.   Pelaksanaan Operasi Pertahanan Udara harus berpegang pada asa-asas kodal.   Sistem komando kendali komunikasi dan intelijen (K3I) yang telah ada, baik berupa sarana dan prasarana komunikasi suara maupun data telah dapat dintegrasikan dalam Sishanudnas dengan menggunakan sistem Transmission Data Air Situation (TDAS) yang berfungi mengintegrasikan Radar TNI dengan Radar sipil.   Terkait dengan penggelaran Rudal darat ke udara Hanud Terminal, teknologi komunikasi suara maupun data yang terdapat pada Rudal tersebut diharapkan dapat diintegrasikan dengan sistem K3I yang telah ada.


Perkembangan Teknologi Rudal.   Dalam Sishanudnas, Rudal memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah masuknya pesawat asing yang memiliki tujuan untuk menghancurkan sasaran strategis suatu negara.   Terkait dengan permasalahan tersebut, perkembangan teknologi Rudal akan selalu mengikuti dengan perkembangan teknologi pesawat tempur.   Perkembangan teknologi Rudal ditujukan untuk dapat menjatuhkan pesawat atau Rudal balistik musuh yang datang menyerang.   Oleh karena itu, perkembangan teknologi dari Rudal yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan Rudal difokuskan pada aspek-aspek seperti ketangkasan, kelincahan, daya mematikan, serta jarak jangkau .   




Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan Rudal adalah sebagai berikut:

a.            Sistem Propulsi dan Material.[1]

1)         Propulsi.   Rudal darat ke udara dalam menuju sasaran atau target menggunakan media udara.   Oleh karenanya, harus mempunyai karakteristik dan kemampuan yang khas antara lain kecepatan tinggi, jarak capai jauh dan ketepatan yang tinggi.   Rudal mempunyai daya dorong dari launcher ke sasaran yang dihasilkan oleh sistem propulsi.    Sistem daya dorong ini ditentukan oleh kecepatan, atmosfir, rate of acceleration dan jarak capai di udara.   Penentuan dari sistem pendorong dihitung dari jarak maksimum pencapaian Rudal.   Untuk memperoleh jarak yang jauh dan kecepatan yang tinggi diperlukan sistem propulsi yang memadai.   Perkembangan propulsi untuk Rudal darat ke udara menggunakan roket berbahan bakar padat (solid propellant).

2)         Material.   Perkembangan teknologi bahan material Rudal yang berkembang saat ini telah menggunakan berbagai macam campuran logam dan karbon serta bahan-bahan yang lain, sehingga menghasilkan suatu bahan yang kuat dan ringan atau yang sering disebut dengan composite material.   Pengunaan bahan material ini akan mempengaruhi ukuran, fungsi dan jarak jelajah Rudal.

b.            Teknologi Explosive.   Teknologi explosive merupakan bagian inti dari pada perkembangan teknologi Rudal.   Perkembangan teknologi explosive yang diaplikasikan untuk Rudal darat ke udara adalah pada hulu ledak (warhead) dan sistem penyala awal (fuze).   Perkembangan kombinasi warhead dan fuze saat ini sudah mencapai tingkat yang cukup moderen dengan sedikit warhead tetapi mempunyai daya ledak yang tinggi serta fuze yang sangat efektif dalam mendukung peledakan.   Kemajuan rancang bangun fuze juga telah dikombinasikan dengan perkembangan elektronika yang dapat menghasilkan sistem penyala awal yang dapat dioperasikan dalam segala macam kondisi.   Perkembangan teknologi warhead dan fuze yang dipergunakan pada Rudal darat ke udara dapat dijelaskan sebagai berikut:



1.    Radio proximity fuse transmitter
2.    Cruciform canard controls
3.    Power supply
4.    Compressed air bottle (power supply)
5.    Radio proximity fuse receiver
6.    Command link receiver
7.    Autopilot
8.    15 kg blast fragmentation warhead
9.    Solid rocket motor
10. Folding cruciform tailfins on rotating sleeve

1)        Hulu Ledak (Warhead).   Warhead adalah salah satu komponen Rudal yang berfungsi untuk menghancurkan sasaran yang dikehendaki.   Dalam rangka menghancurkan sasaran tersebut, warhead akan meledak dengan melepaskan kinetic energy, blast energy, incendary serta energy yang menimbulkan shockwave.   Oleh karena itu, dibuatlah rancang bangun berbagai jenis warhead seperti, blast warhead, fragmentation warhead, shaped charge warhead dan incendary warhead.   Pada umumnya yang dipasang pada Rudal darat ke udara adalah jenis blast warhead dan fragmentation warhead dengan isian High Expolsive (HE).    Daya hancur ditentukan oleh berat isian eksplosif, jenis isian eksplosif, saat peledakan dan cara penghancurannya.

a)         Berat Isian Warhead.   Secara konvensionnal semakin berat isian warhead semakin besar daya ledaknya, sehingga mampu menghancurkan sasaran pada jarak semakin jauh dari titik ledakan.   Pesatnya perkembangan teknologi Rudal yang ada saat ini, ukuran warhead bukan lagi merupakan sesuatu yang penting tetapi reaksi kimia yang ditimbulkanlah yang paling menentukan.

b)         Jenis Isian Explosive.   Terdapat berbagai jenis isian explosive yang digunakan pada warhead.   Besarnya daya hancur satu satuan berat explosive ditentukan oleh sifat detonation velocity- nya.   Semakin besar detonation velocity-nya maka semakin besar daya hancurnya.

c)         Saat Peledakan.   Saat peledakan adalah kapan suatu hulu ledak diinginkan dapat meledak saat mengenai sasaran atau mencapai jarak tertentu dari sasaran.   Dengan berkembangnya teknologi, saat peledakan terjadi pada jarak optimum dari fragmentasi materil Rudal yang dapat menghancurkan sasaran bukan pada saat Rudal mengenai sasaran.

2)         Penyala Awal (fuze).    Fuze adalah suatu komponen yang memicu awal peledakan warhead.   Berdasarkan cara kerjanya fuze dibagi menjadi macam yaitu impact fuze, inertia fuze, time fuze dan proximity fuze.


a)            Impact Fuze.   Fuze jenis ini biasanya dipasang tepat pada ujung dari pada Rudal.   Warhead meledak karena terjadi benturan yang keras saat fuze menumbuk sasaran yang bekerja dengan gaya inertia dari pada benturan Rudal terhadap sasaran.



b)            Inertial Fuze.   Fuze ini tidak harus membentur sasaran dan terletak di depan warhead, oleh karena itu inertia fuze dapat dipasang disesuaikan sesuai kebutuhan perancangnya.   Inertial fuze dapat ditempatkan di depan, di tengah atau bahkan di bagian belakang.

c)            Time Fuze atau disebut juga self destruction fuze.   Fuze ini bekerja menurut waktu yang telah diatur meskipun sasaran tidak atau belum mengenai sasaran yang dituju.

d)            Proximity Fuze.   Fuze ini ada dua jenis yaitu active proximity dan pasive proximity fuze.   Active proximity fuze akan bekerja apabila fuze mendekati sasaran.   Termasuk dalam golongan active proximity fuze adalah doppler proximity fuze, radar proximity fuze, electro optical proximity fuze.   Pasive Proximity fuze akan bekerja apabila mendapatkan rangsangan dari targetnya, misalnya radiasi infra merah yang ditimbulkan oleh motor jet atau suara yang ditimbulkan oleh pesawat terbang.   Pada umumnya menggunakan kombinasi dua jenis fuze yaitu impact fuze atau proximity fuze yang dikombinasikan dengan time fuze/self destruction fuze yang akan bekerja apabila Rudal tidak mengenai sasaran.

c.            Microelectronic (Mikro Elektronika).   Ketepatan sistem kendali suatu Rudal darat ke udara sangat menentukan ketepatan perkenaan terhadap sasaran.   Sistem kendali ini merupakan bagian yang paling kompleks dalam suatu sistem Rudal tersebut.   Kompleksitas sistem kendali mengakibatkan semakin canggihnya teknologi yang digunakan dan semakin menuntut kemampuan personel yang tinggi pula.  Oleh karena itu, sistem inilah yang selalu terus dikembangkan oleh negara produsen untuk meningkatkan kualitas Rudalnya.  Dengan demikian, sistem pengendalian merupakan karakteristik yang harus dipertimbangkan, karena sistem kendali sangat erat hubungannya dengan karakteistik lain seperti ketepatan perkenaan, kecepatan reaksi serta mobilitas Rudal.   Hal penting yang berkaitan dengan pengendalian adalah teknologi microelectronic untuk peluru kendali diaplikasikan pada sistem kendalinya.   Sistem remote guidance atau homing guidance yang dapat mengendalikan Rudal ke sasaran yang tepat.

Parameter Pemilihan Rudal Jarak Sedang.   Beberapa bahan masukan sebagai dasar bagi parameter pemilihan Rudal darat ke udara Hanud Terminal di antaranya mengacu pada pendapat Marsma TNI Dr. Ir. Eddy Priyono, MSAE[2] Rudal darat ke udara harus mempunyai kriteria kemampuan yaitu: jarak capai, kecepatan reaksi, ketepatan perkenaan, daya hancur, ketahanan terhadap electronic warfare, kemampuan integrasi dan mobilitas yang tinggi.

a.         Jarak Capai.   Peluru kendali darat ke udara harus mampu menghancurkan serangan udara lawan sebelum mencapai WRLnya.   Rudal darat udara harus mempunyai jarak capai yang cukup dalam menghancurkan musuh.

b.         Kecepatan Reaksi.   Yang dimaksud kecepatan reaksi adalah waktu yang diperlukan Rudal untuk dapat siap tembak pada momentum dimana unsur penyerangan masih dapat dihancurkan di luar WRLnya.   Waktu kecepatan reaksi dipengaruhi oleh faktor antara lain arah datangnya ancaman, perkiraan macam ancaman udara dan kemampuan sistim Rudal serta kesiapan jaringan Kodal.

c.         Ketepatan Perkenaan.   Dalam rangka pertahanan obyek vital nasional sangat diperlukan suatu ketepatan perkenaan yang memadai agar setiap ancaman udara tidak menjangkau obyek vital.

d.         Daya Hancur.   Sasaran akhir dari penggunaan peluru kendali darat ke udara adalah menggagalkan upaya unsur penyerang untuk menghancurkan obyek vital yang dipertahankan.   Sasaran akhir ini dapat diwujudkan dengan menghancurkan atau menimbulkan kerusakan pada unsur penyerang, sehingga tidak dapat melanjutkan misinya.   Untuk itu, kemampuan daya hancur yang handal merupakan kriteria untuk dipertimbangkan dalam pemilihan peluru kendali darat ke udara.   Daya hancur ditentukan oleh berat isian eksplosif, jenis isian eksplosif, saat peledakan dan cara penghancurannya.

e.          Ketahanan Terhadap Electronic Warfare.   Pelaksanaan operasi pertahanan udara dilaksanakan secara terus menerus untuk menghadapi setiap ancaman udara, oleh karena itu penyelenggaraan Hanud memerlukan kehandalan dan kesiapan yang tinggi.   Untuk dapat terlaksananya maksud tersebut, perlu dilakukan kegiatan deteksi, integrasi, penindakan lanjut yang berupa peluncuran Rudal dari darat ke udara apabila hasil interograsi menunjukkan bahwa yang datang adalah lawan, yang kesemuanya dilakukan secara elektronik.

f.         Kemampuan Integrasi.   Dalam pelaksanaan operasi Hanud, Rudal yang akan digunakan harus terintegrasi dengan Sishanudnas yang sudah ada yaitu:

           1)       Sistem K3I.   Sistem komando kendali komunikasi dan intelijen (K3I) yang terdapat pada    
           Rudal yang akan digunakan harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana komunikasi yang dapat 
           diintegrasikan dengan sistem K3I yang sudah ada sehingga penyampaian laporan, informasi,  
            pengendalian, dan pengambilan keputusan dapat dilaksanakan dengan cepat, tepat dan akurat.

           2)         Sistem Deteksi.    Sistem deteksi yang terdapat pada Rudal harus dapat diintegrasikan pada 
           sistem Popunas, SOC dan Radar dengan menggunakan sistem TDAS  atau komunikasi data lainnya 
            sehingga dapat menerima dan mengirimkan data sasaran secara real time (tepat waktu). 

g.         Mobilitas.   Wilayah Indonesia yang luas dan objek vital yang dilindungi juga cukup banyak, memerlukan peluru kendali darat ke udara dalam jumlah banyak.   Mengingat harga suatu Rudal cukup mahal sedangkan keuangan negara terbatas serta fokus ancaman dapat terjadi hanya pada satu daerah tertentu, maka diperlukan Rudal dalam jumlah terbatas dengan mobilitas yang tinggi.


Pola Gelar dan Organisasi Rudal Darat Ke Udara Hanud Terminal.   Konsep pola gelar dan organisasi Rudal darat ke udara Hanud Terminal yang dibangun setelah memiliki Rudal adalah sebagai berikut:

a.           Pola Gelar Sishanudnas.

1)         Pola gelar Sishanudnas diselenggarakan dalam kerangka sistem strategi pertahanan udara nasional dengan suatu konsep untuk memberikan efek deterrence dan mengamankan wilayah dirgantara Indonesia sampai diluar ZEE Nasional.   Dalam pola gelar Sishanudnas,  kekuatan TNI AU diarahkan untuk memberikan payung udara yang melindungi kekuatan TNI dalam penyelenggaraan operasi,  baik didarat maupun dilaut.   Pola gelar sebaiknya tetap mengacu pada Tri matra terpadu.   Pola gelar sistem pertahanan udara nasional meliputi penggelaran kekuatan pertahanan udara (Hanud), penggelaran kekuatan pemukul udara, penggelaran kekuatan dalam pengamanan ALKI.   Pola gelar saat ini diselenggarakan empat kosek yang masing-masing Jakarta, Medan, Makasar dan Biak.

2)         Idealnya pola gelar tersebut dilengkapi dengan satuan Radar, unsur tempur sergap,  Satuan Rudal dan Satuan meriam di tiap-tiap kosek dengan menyesuaikan skala ancaman yang berada diwilayah kosek-kosek tersebut.   Suatu rencana yang terbaik dalam pola gelar ke depan sebaiknya disesuaikan dengan struktur Kowilhan yang sedang direncanakan pembentukanya oleh Kemhan.   Khusus untuk pola gelar Satuan Rudal hendaknya diprioritaskan pada setiap pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, seperti Sumatra yang berada dekat selat malaka yang berbatasan lansung dengan Malaysia, Kalimantan Barat dan Kalimantan Timut dekat Nunukan, Sulauwesi khusus yang menghadap Blok Karang Ungarang, NTT, Maluku selatan, Tanimbar dan Papua.

b.         Organisasi Rudal Hanud Terminal.   TNI perlu membentuk organisasi unsur peluru kendali darat udara Hanud Terminal yang efektif dan efisien dalam rangka melaksanakan Opshanudnas.   Organisasi satuan-satuan operasional peluru kendali (satuan Rudal) nantinya bertugas untuk memelihara, menyiapkan dan mengoperasikan Alutsista Rudal darat ke udara Hanud Terminal, mengembangkan sistem pertahanan udara terminal serta membina personel awak Rudal.  

            Dari uraian diatas dapat disimpulkan perlu adanya political will yang kuat dari Pemerintah di dalam memperkuat sistem pertahanan Nasional saat ini dengan komitmen untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dari segala potensi ancaman yang mungkin. Hal ini dilakukan dengan pengembangan gelar Hanud Terminal seyogyanya dapat diikuti dengan pemenuhan Alutsista Hanud berupa Rudal yang dapat digunakan baik bagi TNI AD, TNI AL maupun TNI AU.




[1]   http://www.lppm.itb.ac.id/research/?p=344
 







[1]  Pussenarhanud 2011, ‘Database’, Pussenarhanud website, diakses tanggal 10 Juli 2011, http://www.pussenarhanud.mil.id/index.php?option=com_content&view=article&id=447%3Adatabase&Itemid=101.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar