Jumat, 12 Oktober 2012

ANALISA SERANGAN UDARA JEPANG KE PEARL HARBOR TAHUN 1941 SEBAGAI PROSES PEMBELAJARAN TAKTIK DAN STRATEGI OPERASI UDARA





Penyerbuan atas Pearl Harbor oleh Jepang adalah salah satu sejarah yang masih selalu menarik untuk dibicarakan.    Sebuah tragedi  yang tidak akan pernah dilupakan oleh orang Amerika yang tercoreng wajahnya di Asia oleh Negara sekecil Jepang sekaligus mengawali Perang Pasifik Raya,  Keberhasilan Negara Jepang melakukan serangan terhadap Pearl Harbour  merupakan wujud dari perencanaan dan  analisa yang tepat dari para pemikir dan perencana perang bangsa Jepang.  Persiapan yang jauh-jauh hari dilaksanakan dan perhitungan yang matang dengan taktik penyerangan yang diuji, merupakan bagian yang sangat penting dalam menyiapkan serangan.  Pada tahap pelaksanaan penyerangan, Jepang melaksanakan secara mendadak dan tidak disangka oleh pihak Amerika Serikat.  Penyerangan yang dilakukan dua tahap ini menyebabkan kehancuran yang sangat besar bagi lawan dengan menggunakan kekuatan udara yang menghancurkan kapal-kapal, pesawat-pesawat dan fasilitas-fasilitas pendukungnya.
      
                  Dari pengalaman  tersebut dapat diambil suatu pelajaran berharga khususnya dalam strategi penggunaan kekuatan udara yang banyak menerapkan doktrin dan azas-azas perang udara.

Analisis Serangan Pearl Harbour.
Pada hakekatnya dalam menganalisis suatu perang udara tidaklah berdiri sendiri melainkan memerlukan pendekatan teori-teori yang berhubungan dengan perang udara.  Teori-teori yang dapat diaplikasikan adalah teori-teori yang relevan dengan kondisi yang ada saat itu, guna mendapatkan hasil analisis yang tajam dan komprehensif.




a.            Teori Labenstrum yang mengatakan bahwa bangsa yang maju mempunyai keinginan untuk melaksanakan ekspansi.  Berdasarkan teori ini maka sumber daya alam yang terbatas, kecepatan pertambahan jumlah penduduk yang tidak seimbang dengan luas teritorial menjadikan Jepang berambisi untuk melaksanakan ekspansi dalam memenuhi kebutuhan sumber daya alam itu.   Menjelang Perang Dunia II, hampir sebagian besar negeri-negeri di Asia berada dalam jajahan Barat, dengan demikian Jepang harus mengambil kesempatan untuk menghancurkan kaum penjajah di Asia.  Amerika Serikat sendiri mempunyai kepentingan politik dan ekonomi serta mempertahankan status quo di Asia Timur, sehingga menentang setiap usaha Jepang untuk memperluas pengaruhnya di Asia, dengan cara mendirikan Pangkalan Militer di Pearl Harbour, meningkatkan bantuan militer dan keuangan kepada Cina serta menghentikan pengapalan minyak dan bahan-bahan mentah lainnya ke Jepang.   Kehadiran Pangkalan Militer Amerika di Pearl Harbour, Kep. Hawaii merupakan penghalang bagi rencana Jepang untuk melaksanakan invasi di wilayah Asia Tenggara.   Kondisi ini membuat Menteri Perang Jepang, Jenderal Hideki Tojo memilih berhadapan dengan Amerika Serikat, yaitu dengan cara menghancurkan Pearl Harbour agar Amerika Serikat tidak ikut campur dalam rencana invasi Jepang.  Perbandingan kelebihan dan kekurangan masing-masing pihak pada serangan tersebut adalah sebagai berikut :

           1)         Kelebihan Jepang.   Adapun kelebihan dari Jepang yang mendukung                 
            sehingga  terlaksananya serangan di Pearl Harbor, adalah :

    •  a)         Budaya.    Masyarakat Jepang mempunyai sifat dan budaya pantang menyerah dan bekerja keras yang telah berakar dan membudaya sejak masih anak-anak.   Budaya ini sangat dipegang teguh dan ditanamkan secara terus menerus hingga sekarang.   Salah satu Budaya yang sangat terkenal adalah “Harakiri”, dimana bila seseorang atau personil yang mendapat tugas secara resmi dan tidak dapat menyelesaikan dengan baik, maka yang bersangkutan akan melakukan bunuh diri atau menghilangkan sebagian tubuhnya karena malu dan untuk menebus atau membayar  kegagalannya.
    •  b)         Hirarki.   Kaisar merupakan tokoh pemersatu bagi Jepang, sehingga apa yang sudah diputuskan oleh Kaisar akan dijalankan dengan sepenuh hati tanpa ada penolakan, sehingga dalam mengatur dan mengelola masyarakat dan negara Jepang, tidak banyak terjadi persoalan-persoalan yang signifikan yang berdampak pada kestabilan dalam negara. Demikian pula  pada kurun waktu sebelum penyerangan Pearl Harbor, sebenarnya ada friksi di tubuh Angkatan Bersenjata Jepang, tetapi ketika Kaisar turun tangan, maka semua perselisihan tersebut dapat terselesaikan.c)         Strategi.   Jepang memanfaatkan beberapa kelemahan AS, yaitu persepsi Amerika Serikat terhadap bahwa Jepang tidak mungkin menyerang lewat udara karena jarak yang jauh, tetapi pada kenyataannya Jepang menggunakan kapal induk yang berlayar mendekati sasaran dan memberangkatkan pesawat-pesawatnya untuk menyerang Pearl Harbor.   Jepang memilih waktu hari Minggu pagi dan waktu yang tepat di saat tentara-tentara Amerika Serikat masih terlelap
      d)         Perencanaan.   Penyerangan rencanakan dan disusun  sangat cermat dengan didasari oleh data-data dan informasi yang aktual.     Perencanaan diikuti oleh personel yang benar-benar disiapkan dengan latihan-latihan yang intensif dan menggunakan konsep-konsep serangan taktis yang pada pelaksanaan latihannya memakai lokasi mirip Pearl Harbor sebagai simulasi sasaran, yaitu di Japan Naval Staff College.
      e)         Personel.    Laksamana Isoroku Yamamoto, Laksamana Madya Chuichi Nagumo, Letnan Kolonel Fuchida dan Letnan Kolonel Minoru Genda adalah personel pilihan yang brillian dalam penyiapan penyerangan dan memimpin ratusan awak pesawat, kapal perang dan kapal selam yang adalah prajurit-prajurit yang berjiwa patriotis dan pemberani.
      f)          Intelijen.   Banyak data-data dan informasi intelijen yang akurat dari mata-mata Jepang tentang situasi dan kondisi Pangkalan Amerika itu, sehingga dapat memberikan informasi waktu yang tepat untuk dilaksanakan penyerangan.
      g)         Komlek dan Pernika.   Dengan sistem komunikasi yang telah disempurnakan oleh militer Jepang melalui radio komunikasi, dari pesawat yang dikemudikan oleh Fuchida meneriakkan “Tora, Tora, Tora”  tidak saja terdengar oleh seluruh awak pesawat dan kapal perang Angkatan Laut Jepang yang sedang melakukan serangan, tetapi juga terdengar oleh Yamamoto yang berada diatas kapal perang komando Nagato diperairan Jepang yang berjarak sekitar 5000 miles dari sasaran.   Gema ini yang berarti “serang”, telah menambah semangat tempur bagi seluruh awak pesawat terbang yang sedang bermanuver untuk menghancurkan sasaran-sasaran di Pearl harbor.
      h)        Kodal.   Teknologi peralatan komunikasi sangat minim kemampuannya, namun tetap saja merupakan alat vital bagi pelaksanaan kodal.   Terlebih lagi bila dikaitkan dengan luasnya wilayah operasi seperti halnya wilayah dari Jepang sampai dengan Hawaii.   Namun pada kenyataannya pelaksanaan kodal dalam serangan Pearl Harbor sangat memegang peran penting, dimulai dari saat perencanaan, persiapan dan latihan-latihannya, pelaksanaan serangan dengan kekuatan udara secara masal dalam wilayah yang jauh dan sangat luas serta pelaksanaan kodal disaat pengakhiran tugas.   Ditingkat pengendalian langsung oleh kelompok penyerang baik pada gelombang   pertama maupun gelombang kedua, tanpa koordinasi yang baik akan sangat berbahaya.   Hal tersebut dapat dipahami kerawanannya, karena pada suatu wilayah udara yang sempit dan rendah, ratusan pesawat bermanuver dan hal ini dapat mengakibatkan saling bertabrakan pesawat atau dapat tertembaknya pesawat kawan sendiri.





  • 2)         Kelebihan Amerika Serikat.         Adapun kelebihan dari Amerika Serikat pada saat itu adalah :

    • a)         Strategi.   Untuk menangkal serangan Jepang yang bersifat pendadakan, maka dilaksanakan Hanud aktif secara terbatas, yaitu dengan menerbangkan pesawat tempur yang lolos dari serangan.  Tentara Amerika juga melaksanakan Hanud pasif dengan menggunakan senjata penangkis serangan udara serta menanggulangi dampak serangan udara.b)         Personel.    Banyak tentara Amerika Serikat yang dengan gagah berani melakukan perlawanan, baik dengan menggunakan pesawat terbang maupun senjata penangkis serangan udara untuk melakukan pertahanan udara terhadap pesawat-pesawat Jepang.
       
      3)         Kekurangan Jepang.        Adapun kekurangan Jepang pada saat penyerangan saat itu, adalah :
           
a)         Strategi.         Jepang melaksanakan penyerangan dengan 2 kali serangan, yaitu serangan pertama pada pukul 07:50-08:10 dan serangan yang kedua pada pukul 09:05-09:45.  Penyerangan yang dilakukan pada gelombang kedua mengandung resiko, karena sudah tidak mengandung pendadakan lagi sehingga lawan telah mempersiapkan diri dan hal ini mengakibatkan kerugian bagi Jepang, karena beberapa pesawatnya berhasil ditembak oleh pihak Amerika Serikat dengan menggunakan pesawat dan penangkis serangan udara.

b)         Kodal.      Komando Pengendalian belum optimal, karena beberapa sasaran strategis yang tidak hancur, seperti tangki-tangki minyak, tempat perbaikan kapal dan ada kapal perang yang masih bisa beroperasi.                  

4)         Kekurangan Amerika Serikat.      Adapun kekurangan Amerika Serikat pada serangan di Pearl Harbor, adalah :

    • a)         Perencanaan.   Perencanaan pemusatan kekuatan armada di Pearl Harbor adalah keliru karena jalur keluar masuk kapal di area tersebut sangat sempit, perairan laut dangkal serta jauh dari pangkalan armada yang lainnya sehingga sulit untuk mendapatkan bantuan.  Disamping itu, ada perintah untuk pesawat tempur ditempatkan terpusat di landasan dengan alasan  untuk menghindari sabotase dan hal ini memudahkan bagi pilot-pilot Jepang untuk menghancurkannya.b)         Personel.   Personel yang bertugas pada saat itu kurang disiplin serta memiliki motivasi yang rendah  dengan kebiasaan minum minuman keras dan mabuk-mabukkan, sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kewaspadaan.
      c)         Intelijen.   Sebenarnya beberapa bulan sebelum serangan terjadi, pihak Amerika Serikat telah mendapat banyak masukan informasi intelijen, perihal rencana Jepang akan menyerang Amerika Serikat.  Informasi itu berasal bukan dari intelijen Amerika Serikat, padahal saat itu Amerika Serikat telah memiliki FBI dan OSS (cikal bakal CIA) yang disegani kinerjanya.   Informasi intelijen tersebut antara lain diberikan oleh seorang warga Serbia yang bernama Popov diakhir tahun 1941 dan seorang diplomat Peru yang bertugas di Tokyo bernama Dr. Richardo Schreiber pada tanggal 27 Januari 1941.   Keduanya dari tempat dan waktu yang berbeda telah memberi informasi langsung kepada petinggi Amerika Serikat bahwa Jepang sedang merencanakan serangan kepada Amerika Serikat diwilayah Pasifik namun hal tersebut tidak ditanggapi oleh pihak Amerika Serikat karena menurut mereka bahwa serangan tersebut mustahil dan tidak akan dapat dilaksanakan mengingat jarak yang jauh  dan keterbatasan kemampuan alutsista pada saat itu.
      d)         Komlek dan Pernika.   Sarana komunikasi kodal yang terbatas sehingga menghambat arus informasi dari satuan pelaksana dilapangan kepada pimpinan mengakibatkan keterlambatan dalam pengambilan keputusan.  Hal tersebut dapat dilihat  bahwa site Radar belum dilengkapi sarana komunikasi, sedangkan sarana komunikasi terdekat  berjarak 1 km dari tempat tersebut.
      e)         Kodal.   Kodal belum dilaksanakan dengan baik, karena informasi yang diterima tidak segera ditindaklanjuti sehingga pesawat-pesawat Jepang yang sudah ditangkap oleh Radar tidak segera diproses untuk identifikasi melainkan dianggap sebagai informasi rutin penerbangan.


b.            Teori Central Of Gravity (COG).    Diperkenalkan pertama kali oleh ahli teori militer Prusia Carl Von Clausewitz yg dipengaruhi oleh ahli fisika Jerman Paul Erman  yang selanjutnya diadopsi ilmu tersebut untuk dikembangkan kedalam teori militer sebagai pusat kekuasaan.  Pusat Kekuatan  menurut konsepnya adalah pusat dari semua kekuatan dan gerakan yang segalanya tergantung padanya dan Pusat Kekuatan timbul dari karakteristik yang dominan dari pihak yang berperang.   Serangan pada Pusat Kekuatan (centre of gravity) dengan kekuatan yang cukup dapat menyebabkan sasaran kehilangan keseimbangannya dan jatuh.  Namun perlu diketahui bahwa Pusat Kekuatan bukanlah sumber kekuatan atau kelemahan melainkan suatu faktor keseimbangan.  Adapun COG Jepang dalam serangan Pearl Harbor ini adalah :

1)            Kapal-kapal Induk Amerika.     COG ini didapatkan setelah menghadapkan sasaran yang ingin dicapai militer Jepang dengan konsep perang tradisional Amerika.   Dengan kemungkinan terjadinya perang di dua tempat yaitu di Eropa dan Asia, Amerika Serikat memunculkan suatu konsep kekuatan tempur yang gesit.   Kapal induk menjadi inti kekuatan, dilindungi dari dekat oleh kapal-kapal penempur, kapal penjelajah dan kapal penghancur.   Suatu barisan penjaga garis depan yang terdiri dari kapal-kapal selam agresif yang bertugas mengurangi kekuatan kapal-kapal permukaan musuh.   Jadi dengan konsep ini, Amerika akan mempunyai semacam pangkalan bergerak, yang mampu melindungi kepentingannya di berbagai wilayah.   Bila hal ini dihadapkan dengan tujuan utama militer Jepang untuk menguasai wilayah Asia Timur, tentunya konsep Amerika ini akan menjadi penghalang yang besar bagi kelancaran operasi Jepang.   Sehingga mau tidak mau Kapal induk menjadi COG serangan Jepang di Pearl Harbor.   Hal ini pun sejalan dengan salah satu sasaran utama dari teori Clausewitz tersebut yaituUntuk menaklukan kekuatan bersenjata musuh, selalu mengarahkan operasi utama pada main body musuh atau paling tidak pada pada bagian yang menentukan”

2)            Pesawat-pesawat Terbang.    William Billy Mitchell menyatakan bahwa “Masa penguasaan kekuatan darat dan laut dalam menentukan nasib suatu bangsa telah berlalu.  Kekuatan utama pertahanan dan kemampuan untuk berinisiatif terhadap musuh telah beralih ke kekuatan udara)  dan Penerbangan akan terus menjadi bagian prinsip dari pertahanan nasional”.   Operasi perang yang dilakukan oleh Jepang ke Pearl Harbor merupakan salah satu bentuk operasi gabungan yang cukup mengandung resiko untuk diserang balik, terutama dengan menggunakan pesawat terbang.     Kapal-kapal Jepang sebagai unsur pendukung utama serangan udara Jepang akan sangat mudah diserang, mengingat daerah operasi di samudra pasifik sangat terbuka.   Pesawat-pesawat tempur AS yang mengudara dalam jumlah berapa pun selain dapat membahayakan kapal-kapal Jepang, dapat pula menjadi ancaman yang serius pada pesawat-pesawat Jepang.    Sehingga untuk mengantisipasinya Laksamana Yamamoto menempatkan pesawat udara Amerika Serikat sebagai salah satu sasaran utama yang harus dihancurkan.

3)            Fasilitas Perbaikan Kapal.   Laksamana Yamamoto sendiri pada dasarnya tidak ingin berperang melawan Amerika, karena  dia tidak yakin akan kemampuan negaranya untuk memenangkan perang laut.   Dia pun menentang beberapa kebijaksanaan pemerintah seperti pembuatan kapal tempur Yamato dan Musashi, masuknya Jepang dalam Pakta Tripatrit dan penghasut perang (AD Jepang).    Menurut analisanya Jepang hanya mampu bertahan enam bulan sampai satu tahun berperang.    Untuk itu ketika pemerintah Jepang memutuskan untuk berperang, Yamamoto berusaha untuk membuat Jepang unggul dengan jalan menyusun rencana penyerangan Pearl Harbor.   Disamping untuk menghancurkan kapal induk AS, serangan ini juga untuk menghancurkan fasilitas perbaikan kapal, sehingga kemampuan pemeliharaan dan perbaikan kapal AS menjadi lumpuh yang pada akhirnya mengurangi daya deterant AL  AS di samudra pasifik.


3..            SWOT.   SWOT adalah singkatan dari Strength, Weakness, Opportunity dan Threat, yang dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman.  Metoda analisa SWOT bisa dianggap sebagai metoda analisa yang paling dasar, yang berguna untuk melihat suatu topik atau permasalahan dari 4 sisi yg berbeda.   Jika digunakan dengan benar, analisa SWOT akan membantu melihat sisi-sisi yang terlupakan atau tidak terlihat selama ini.    Sun Tzu melalui karyanya yang melegenda, yakni 13 bab strategi perang, menegaskan bahwa perang adalah masalah yang sangat fundamental untuk berdirinya sebuah negara. Perang menyangkut hidup atau matinya rakyat. Perang menunjukkan keperkasaan atau kerapuhan pemimpin negara, dan juga menentukan kejayaan atau keruntuhan sebuah negara. Jadi, sebelum mengambil keputusan untuk berperang, kekuatan negara, faktor militer, dan situasi medan pertempuran harus dipelajari dengan sangat hati-hati, seksama, akurat, dan menyeluruh.   Dalam analisa SWOT serbuan Jepang ini akan dibahas dalam lima aspek dasar yaitu aspek moral, cuaca (waktu dan peluang), medan pertempuran, kepemimpinan dan hukum.

1)            Strength.    Kekuatan yang mendukung pelaksanaan operasi ini adalah sebagai berikut :

a)            Aspek Moral.   Dari aspek moral rakyat Jepang sangat menghormati dan patuh kepada kaisar Jepang, bahkan memandangnya sebagai putra dewa matahari.   Hal ini membuat rakyat Jepang rela berperang mengorbankan jiwa demi kepentingan Jepang.   Hal ini juga didasari semangat Bushido yang merupakan semangat bertempur mempertahankan harga diri warisan dari nenek moyang.    Restorasi Meiji telah membuat rakyat dan Negara Jepang berkembang menjadi Negara yang maju dan modern, dimana seluruh rakyat sadar bahwa kemajuan ini membutuhkan sumber daya alam yang cukup besar, yang selama ini tidak dimiliki oleh Jepang.

b)            Aspek Waktu.    Serangan Jepang direncanakan dengan strategi pendadakan, dimana waktu serangan akan dilaksanakan pada hari minggu pagi saat kebanyakan tentara Amerika masih terlelap karena gaya hidup mabuk-mabukan di akhir minggu.  

c)            Aspek Medan :  -

d)            Aspek kepemimpinan.   Di Jepang kedudukan kaisar merupakan pimpinan tertinggi yang dihormati dan semua perintahnya harus dijalankan.   Selain itu Laksamana Isoroku Yamamoto, Laksamana Madya Chuichi Nagumo, Letnan Kolonel Fuchida dan Letnan Kolonel Minoru Genda adalah personel pilihan yang brillian dalam penyiapan penyerangan dan memimpin ratusan awak pesawat, kapal perang dan kapal selam yang adalah prajurit-prajurit yang berjiwa patriotis dan pemberani.

e)            Aspek Organisasi.    AL Jepang telah direorganisasi dengan membentuk Armada udaranya yang terdiri dari divisi kapal induk ke I, ke-2 dan ke-4.   Selain itu perjanjian Tripatrit membuat posisi Jepang menjadi lebih diperhitungkan.   Simulasi latihan yang dilakukan dengan disiplin di daerah yang didesain mirip Pearl Harbor menambah kepercayaan diri personel AL untuk melakukan serangan.   Perencanaan strategi pergeseran dan penyerangan telah disusun matang oleh Yamamoto.


2)            Weakness.   Kelemahan yang menghambat pelaksanaan operasi adalah sebagai berikut :

a)            Aspek Moral.  

b)            Aspek Waktu.    Serangan Jepang dilakukan jika perundingan antara Jepang dan Amerika Serikat gagal  menemui jalan tengah, dimana deadline keputusan sempat berubah dari tanggal 22 November dan diundur menjadi 25 November 1941.   Ketidakpastian ini dapat mempengaruhi moril bertempur tentara Jepang.  

c)            Aspek Medan :   Daerah Pearl Habor yang terletak 3000 mil dari Jepang dan ditengah-tengah samudra pasifik merupakan faktor yang harus bisa diatasi Jepang jika akan menyerang kedudukan AS.

d)            Aspek kepemimpinan.    -

e)            Aspek Organisasi.    Masih terdapat perbedaan prinsip antara AL dan AD Jepang, walaupun tidak sampai ke taraf perselisihan..

3)            Opportunity.    Peluang yang didapat Jepang dalam melaksanakan operasi ini adalah sebagai berikut :

a)            Aspek Moral  :   Rakyat Amerika masih mengharapkan negaranya tidak terlibat dalam peperangan.  Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi cara bertindak AS dalam mengantisipasi pergerakan Jepang.

b)            Aspek Waktu.    Pada Waktu yang sama di Eropa telah terjadi pertempuran antara Negara-negara sekutu melawan Jerman dan Italia.   AS sebagai bagian dari Negara sekutu, walaupun tidak ikut dalam peperangan, tetap menyiagakan sebagian armada perangnya di wilayah Eropa.   Hal ini merupakan peluang bagi Jepang, karena disamping kekuatan AS tidak utuh, kemungkinan Negara sekutu membantu AS sangatlah kecil.

c)            Aspek Medan :   Daerah Pearl Habor hanya mempunyai jalan keluar yang berupa terusan sempit yang cukup membahayakan bagi perspektif keamanan.    Selain itu tempatnya terbuka, sehingga semua kegiatan di pangkalan tersebut dapat dimonitor oleh Jepang, tanpa perlu mengirim seorang spionase khusus.   Letak Pearl Harbor juga cukup jauh dari pusat pemerintahan AS dan pangkalan militer AS lainnya.

d)            Aspek kepemimpinan.    Laksamana Husband E. Kimmel sebagai Komandan AL dan Jendral Walter C. Short sebagai Komandan AD AS di Pearl Harbor tidak mampu menjaga moril bertempur pasukannya, sehingga membuat tingkat kewaspadaan pangkalan Pearl Harbor menjadi rendah.   Beberapa kebijaksanaan pengaturan pertahanan dan keamanan pangkalan, justru merupakan hal yang mengandung resiko keamanan cukup besar bagi pertahanan itu sendiri.

e)            Aspek Organisasi.    Tanggung jawab Pertahanan pangkalan Amerika terbagi menjadi dua bagian, yaitu Angkatan Darat bertanggung jawab atas pertahanan darat dan udara, sedangkan angkatan laut bertanggungjawab atas Navy Yard.   Jadi Angkatan Laut bertanggungjawab atas pengintaian, tetapi pengendalian stasiun radar, pertahanan udara dan pantai apabila ada serbuan menjadi tanggungjawab Angkatan Darat Militer Amerika Serikat lemah dan amat santai.   Kekuatan udara AL dan pesawat korps Udara AD masih terbelakang, dan pemikiran mereka masih tertambat pada peperangan masa lalu.   Senjata, amunisi dan prajurit tersedia, tapi mentalitas yang berlaku adalah suplai harus disimpan bukan dipakai.   Selain itu AD dan AL bersaing untuk mengutamakan kepentingannya, sehingga meskipun bekerjasama terdapat persaingan dan keengganan untuk berbagi informasi, dan cenderung bekerja sendiri-sendiri.

4)            Threat.   Ancaman bagi penyelenggaraan operasi penyerangan ini adalah :

a)            Aspek Moral  :   -

b)            Aspek Waktu.    Penyerangan dilakukan pada musim dingin dimana gelombang di Samudra cukup tinggi, sehingga cukup mempengaruhi proses pergerakan kapal-kapal perang Jepang dan proses take off landing pesawat di kapal induk.

c)            Aspek Medan. Letak Pearl Harbor yang di tengah samudra pasifik, merupakan kendala yang cukup besar untuk melintasinya tanpa dideteksi oleh pihak lawan..

d)            Aspek kepemimpinan.    -

e)            Aspek Organisasi.   Suatu operasi yang dilakukan dengan kekuatan yang cukup besar dan banyak serta merupakan kali pertama dilakukan, mempunyai handicap yang cukup besar untuk mencapai kesuksesan.

Analisa SWOT adalah membandingkan lima aspek pada masing-masing kriteria yang berhadapan, Strength dengan Weakness dan Opportunity dengan Threat.    Dari data diatas terlihat bahwa lima aspek dasar penentu kemenangan perang memberikan kontribusi yang  menguatkan serangan Jepang ke Pearl Harbor, berbanding tiga aspek yang memberikan kontribusi melemahkan.   Sehingga dari perbandingan pertama ini, lima aspek dasar memberikan nilai positif  1 (4 - 3) dan perbandingan kedua memberi nilai positif 2 (5-3)


 
Dari hasil analisa terlihat bahwa serangan Jepang ke Pearl Harbor layak dilaksanakan.   Jika analisa ini dilanjutkan dengan metoda SFA (Suitable, Feasible dan Acceptable), didapat hasil sebagai berikut :

1)            Suitable         :           Serangan Jepang Suitable karena lima faktor dasar memberikan nilai positif dan hal ini terbukti dengan hancurnya pangkalan AL Pearl Harbor.

2)            Feasible         :           Serangan Jepang feasible, karena dengan teknologi alutsista dan taktik serta strategi yang sudah dikembangkan, Jepang berhasil mengatasi hal-hal yang menjadi kendala dalam  pelaksanaan operasi

3)            Acceptable    :           Serangan Jepang acceptable terlihat dari perbandingan kerugian yang dialami AS dengan Jepang.   Kerugian di pihak Jepang sangatlah kecil dan masih dalam kewajaran sebagai akibat resiko peperangan.   Adapun data kerugian masing-masing pihak adalah sebagai berikut :

a)         Kerugian yang diderita Amerika Serikat.    Kerugian yang diderita oleh Amerika Serikat selaku yang diserang adalah sebagai berikut[1]:

(1)       Kapal perang Amerika Serikat yang karam sebanyak 8 kapal yaitu USS Arizona BB39, California BB44, Oklahoma BB37, West Virginia BB48, Oglala CM4, Sotoyomo YT9, Utah AG16, YFD-2.

(2)       Kapal perang Amerika Serikat yang rusak sebanyak 12 kapal yaitu USS Marryland BB46, Nevada BB36, Pennsylvania BB38, Tennessee BB43, Helena CL 50, Honolulu CL48, Raleigh CL7, Cassin DD372, Downes DD375, Helm DD388, Curtis AV4 dan Vestal AR4.

(3)       Pesawat terbang yang hancur sebanyak 164 buah dan yang rusak sebanyak 159 buah, dengan rincian sebagai berikut[2]:

(a)       Bellows Field            sebanyak  3 pesawat.

(b)       Stasiun Udara Korps Marinir Ewa            sebanyak 33 pesawat.

(c)        Stasiun Udara Angkatan Laut Pulau Ford sebanyak 26 pesawat.

(d)       Hickam Field sebanyak 18 pesawat.

(e)       Stasiun Udara Angkatan Laut (NAS) Kaneohe sebanyak    28 pesawat.

(f)        Wheeler Field sebanyak    53 pesawat.

(g)       USS Enterprise sebanyak  10 pesawat.

(4)       Korban manusia yang meninggal dunia sebanyak 2.390 orang dengan rincian yaitu 2.108 personel dari Angkatan Laut/Marinir, 233 personel dari Angkatan Darat dan 49 personel adalah warga sipil Amerika Serikat yang berada di Pearl Harbor.   Korban luka-luka sebanyak 1.178 orang dengan rincian 710 personel dari Angkatan Laut, 69 personel dari Marinir, 364 personel dari Angkatan Darat dan 35 personel adalah warga sipil.

b)         Kerugian yang diderita Jepang.    Adapun kerugian yang diderita oleh pihak Jepang adalah sebagai berikut:

(1)       Pesawat sebanyak 9 pesawat tempur, 15 pesawat pembom tukik, dan 5 pesawat torpedo.

(2)       Kapal selam 5 kapal selam mini.

(3)       Korban tewas sebanyak 55 orang awak udara dan 9 orang  awak kapal selam mini.

 Demikian analisa serangan pearl harbor  oleh Jepang, semoga dapat menjadi pelajaran berharga khususnya dalam strategi penggunaan kekuatan udara yang banyak menerapkan doktrin dan azas-azas perang udara.



[1] Carl Smith, op cit, hal 85.
[2] Carl Smith, op cit, hal 86.


1 komentar: