Selasa, 09 Oktober 2012

PENGISIAN BAHAN BAKAR DI UDARA






Pengisian bahan bakar di udara, juga disebut air refueling, in-flight refueling, air to air refueling, atau tanking, adalah proses pengisian bahan bakar dari satu pesawat (pesawat tanker) ke pesawat lain (penerima) dalam sebuah penerbangan.




Proses ini dapat meningkatkan kemampuan operasional pesawat yang meliputi jarak operasional yang lebih panjang dan kemampuan angkut pesawat (terutama untuk pesawat pembom strategis dan pesawat pendukung logistik) serta meningkatkan durasi maneuver di medan pertempuran (untuk pesawat fighter) yang pada akhirnya memberikan fleksibilitas bagi suatu angkatan udara di dalam melaksanakan operasinya. Ide pelaksanaan pengisian bahan bakar di udara ini berasal dari seorang pilot berkebangsaan Rusia bernama Alexander P. de Seversky pada tahun 1917.   Dimana ide ini baru bisa direalisasikannya setelah ia pindah kewarganegaraan AS dan menjadi Insinyur di War Departement of USA.   Penemuannya ini kemudian secara resmi mendapat hak paten di tahun 1921.   Pada mulanya pengisian bahan bakar ini dilakukan dengan menggunakan satu jenis pesawat yang sama ( teknik ini dikenal dengan metode buddy-buddy ), yaitu    pesawat Airco DH-4B milik USA Air Service (menambah durasi terbang 37 jam).  Ide ini kemudian dikembangkan dengan memodifikasi pesawat sipil/komersial atau pesawat angkut militer menjadi pesawat tanker.    

Metode Pengisian Bahan Bakar di Udara.
Selain buddy-buddy,   metode lain pengisian bahan bakar di udara adalah sebagai berikut:

1. Sistem “Boom and Receiver.   Biasa juga disebut “Flying Boom”. Sistem ini memakai pipa yang kaku, memiliki sistem kamera yang dikendalikan oleh dua sayap kecil yang oleh operator yang berada di pesawat tanker akan diulur dan dimasukkan ke lubang tangki bahan bakar pada pesawat penerima. Penerbang pada pesawat penerima harus memposisikan pesawat dan kecepatannya sedemikian rupa sehingga tepat posisinya dan proses pengisian bahan bakar bisa dilakukan. Untuk keamanan dan ketepatan dalam pengisian bahan bakar, kamera pada sisi sayap pipa digunakan untuk memandu operator mengulurkan dan memasukkan pipa bahan bakar ke pesawat penerima. Selain itu, pesawat tanker dan pipa dilengkapi dengan lampu yang berfungsi untuk melakukan pengisian bahan bakar pada malam hari. 

2. Sistem “Probe and Drogue”.  Sistem ini memakai pipa yang fleksibel. Bentuk drogue-nya mirip sekali dengan shuttlecock badminton yang tersambung dengan pipa bahan bakar. Fungsi drogue ini untuk menstabilkan pipa selama di udara dan menyediakan saluran untuk menjadi jalur masuknya bahan bakar ke dalam pipa. Pipa tersebut terhubung dengan Hose Drum Unit (HDU), kalau tidak terpakai biasanya pipa akan tergulung di HDU.   Cara kerjanya: Pesawat tanker dan pesawat penerima harus berada pada posisi sejajar horizontal di mana pesawat tanker berada di depan pesawat penerima. Kedua pesawat itu terbang pada kecepatan yang sama. Setelah kedua pesawat ini siap, pilot pesawat tanker akan menjulurkan drogue ke arah pesawat penerima. Setelah terjulur, pilot pesawat penerima akan mengeluarkan alat yang disebut probe. Yaitu semacam "mulut" penerima bahan bakar yang ada di pesawat tersebut, kemudan pilot pesawat penerima mengatur pesawatnya hingga posisi probe masuk ke dalam lubang drogue. Di sinilah pengisian bahan bakar mulai dilakukan. 

3.        Boom Drogue Adapter Pada awalnya perbedaan sistem pengisian ini cukup merepotkan negara negara yang menggunakan pesawat tanker. Masing-masing pesawat tanker hanya menggunakan 1 sistem pengisian. Namun, pesawat-pesawat tempur dan pesawat lainnya yang “membutuhkan” pesawat tanker menggunakan sistem yang berbeda-beda. Contoh saja negara kita, sistem pengisian bahan bakar pada pesawat Hawk 109/209 menggunakan sistem probe and drogue. Sedangkan untuk F-16, menggunakan sistem flying boom. Selain keterbatasan dana untuk membeli pesawat tanker dengan dua sistem berbeda juga operator dalam pengisian bahan bakar terbatas (pada flying boom). Dewasa ini, pabrik pembuatan pesawat tanker sudah mulai memadukan dua sistem ini menjadi satu supaya dapat menyesuaikan sistem yang digunakan pesawat penerima. Namun, pada prakteknya hal ini belum banyak digunakan karena membutuhkan rentang sayap pesawat tanker yang cukup lebar sedangkan pesawat penerimanya memiliki rentang sayap yang sempit; hose/selang di sayap bisa diulur lebih jauh dan boom di-extend lebih panjang agar separasi vertical dan horisontal cukup aman. Tidak hanya pesawat tanker yang sudah bisa menggunakan 2 sistem pada 1 pesawat. Kini, beberapa pesawat tempur sudah mulai menerapkan 2 sistem ini agar memudahkan pengisian bahan bakar di udara.

Seiring perkembangan teknologi, tidak hanya antar tanker dengan pesawat penerima yang bisa melakukan air to air refueling. Sekarang sudah mulai diterapkan pada pesawat-pesawat tempur untuk dapat “saling melakukan” pengisian bahan bakar, dengan kata lain pesawat tempur antar pesawat tempur. Sebagai contoh petempur pabrikan boeing, F/A-18E/F Super Hornet.






Pelaksanaan Air Refueling  Pada pelaksanaan penerbangan Air Refueling hal–hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :

1. Persiapan.   Dalam pelaksanaan pengisian bahan bakar di udara, hal-hal yang harus dikoordinasikan pada tahap persiapan sebagai berikut :

a.    Berangkat dari tempat yang sama.   Komandan Pengisian Bahan Bakar di Udara atau Refuelling Air Commander (RAC) dan Pemandu Pertemuan atau Rendezvous Controller (RC) melaksanakan koordinasi dengan para penerbang pesawat penerima meliputi hal-hal yang ada hubungannya dengan pelaksanaan operasi pengisian bahan bakar di udara.   Koordinasi ini relatif mudah  karena berangkat dari tempat yang sama, sehingga semua data-data yang diperlukan dapat dikoordinasikan dengan lengkap sebelum penerbangan.

b.    Berangkat dari tempat yang berbeda.  Komandan Pengisian Bahan Bakar di Udara (RAC) dan Pemandu Pertemuan (RC) secepatnya harus mendapat informasi dari Kodal mengenai hal-hal sebagai berikut :

    1)    Waktu pemberangkatan pesawat penerima.

   2)    Arah perjalanan, ketinggian dan kecepatan jelajah yang digunakan.

   3)    Jumlah bahan bakar pada saat tinggal landas.

   4)    Jumlah pesawat penerima.

   5)    Jumlah bahan bakar yang di bawa pada setiap sortie.

  6)   Jumlah  bahan  bakar   yang  dibutuhkan  oleh setiap pesawat untuk pengisian  
        bahan bakar di udara.

  7)   Tempat pendaratan dan pangkalan cadangan.

  8)  Nama panggilan pesawat (Call Sign).

  9)   Frekuensi komunikasi yang digunakan.

10) Daerah pertemuan yang direncanakan.

2.      Titik Pertemuan.    Titik pertemuan pengisian bahan bakar di udara atau Air Refuelling Control Point (ARCP) harus sudah ditetapkan oleh   Rendezvous   Controller  (RC)  30   menit     sebelum   waktu  pelaksanaan  operasi    pengisian   bahan   bakar   di udara atau Air Refuelling Control Time (ARCT) yang akan segera diteruskan oleh RAC ke Kodal  dan  ke  pesawat penerima melalui sarana komunikasi yang telah ditetapkan.   Penetapan daerah titik pertemuan oleh RC harus dalam kondisi  terlihat atau Visual Meteorogical Condition (VMC) disertai data-data sebagai berikut :

      a.   ARCP dalam koordinat.
      b.   Arah dan jarak  ARCP terhadap stasiun navigasi yang ada.
      c.   Tanda-tanda yang terdapat di permukaan bumi agar dapat dilihat dari pesawat.
      d.   Ketinggian yang digunakan.
      e.   Jalur dari ARCP yang digunakan oleh pesawat Tanker.
  
3.   Tipe Pertemuan (Rendezvous Type).   Tipe pertemuan yang dilaksanakan dapat dibedakan menjadi 3 tipe, adalah sebagai berikut :

    a. Static Air Refueling.  Static Air Refueling adalah pelaksanaan pengisian bahan 
        bakar  di udara  dengan  cara static.

    b. Head On Air Refueling.     Head On Air Refueling adalah pelaksanaan pengisian   
        bahan bakar di udara dimana antara  pesawat tanker dan pesawat penerima arah  
        kedatangannya  berlawanan  atau saling berhadapan (head on) dengan beda  
        separasi altitude.   
  
    c. On Course Air Refueling.        On Course Air Refueling adalah pelaksanaan 
        pengisian bahan bakar di udara dengan cara ON COURSE, dimana pesawat 
       tanker    membuat pattern pada ketinggian tertentu dengan Turning ¼ standart rate 
        turn  ke kiri.    ENDAR (End of Airefuelling) atau pengisian bahan bakar yang 
        terakhir, ditentukan  dengan koordinat.

4.   Taktik.   Taktik dalam pengisian bahan bakar di udara antara ain adalah :

      a. Pengisian Bahan Bakar di Udara pada Level Flight.  Pengisian bahan bakar 
      di udara pada Level Flight dilaksanakan dengan 3 cara yaitu :

      1)    Hig Level.  Penerbangan yang dilaksanakan oleh pesawat Tanker pada 
      ketinggian di antara 16.000 kaki sampai dengan service ceiling dengan kecepatan 
      diantara 205 KIAS sampai dengan batas kecepatan maksimum pesawat Tanker.

      2)    Medium Level.  Penerbangan yang dilaksanakan oleh pesawat Tanker pada      
      ketinggian diantara 5.000 kaki sampai dengan 16.000 kaki dengan kecepatan  
      maksimum.

     3)  Low Level. Penerbangan yang dilaksanakan oleh pesawat  Tanker pada 
     ketinggian  diantara  1.500 kaki  sampai dengan 5.000 kaki dengan kecepatan   
     maksimum 239 KIAS. 

b. Pengisian Bahan Bakar di Udara pada Descent Flight.    Pengisian Bahan Bakar di Udara   di bawah  21.000  kaki  memerlukan taktik tersendiri yang dilaksanakan sambil descent atau terbang menurun.  Taktik ini disebut TOBOGAN.  


Pengisian Bahan Bakar di Udara oleh TNI AU.   Dalam  Doktrin  TNI AU  Swa Bhuwana Paksa disebutkan bahwa salah satu tugas TNI Angkatan Udara adalah melaksanakan Operasi Militer Perang dan Operasi Militer Selain Perang. Salah satu bentuk Operasi Militer Perang adalah Operasi Dukungan Udara dimana termasuk didalamnya adalah Operasi Pengisian Bahan Bakar di Udara .  Operasi pengisian bahan bakar di udara dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan daya jangkau pesawat tempur kawan sehingga akan meningkatkan daya gempur. Operasi pengisian bahan bakar di udara memiliki peran yang sangat penting di dalam pelaksanaan suatu operasi udara, sehingga hampir di setiap negara di dunia termasuk  Indonesia selalu meningkatkan kemampuan melaksanakan Operasi Pengisian Bahan Bakar di Udara. TNI AU saat ini memiliki kekuatan 2 pesawat Tanker jenis KC-130 B dengan nomor registrasi A-1309  dan  A-1310 yang dioperasikan oleh Skadron Udara 32. Pesawat    KC - 130 B telah menjadi kekuatan TNI AU sejak tahun 1961 dan diaktifkan sebagai pesawat Tanker sejak tahun 1983. Sejak dioperasikan pesawat KC-130 B telah banyak mendukung kegiatan operasi maupun latihan, namun demikian saat ini terdapat beberapa kendala  meliputi keterbatasan jumlah pesawat, kemampuan pesawat, teknologi dan pendukung lainnya.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar